Kumpulan Artikel Islam dari berbagai sumber, sampaikan walau satu Ayat

Meneladani Siti Hajar : Sudahkah kita ikhlas dan menaklukkan ego kita?

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh..

Okay, pembahasan kali ini kita sedikit membahas kisah hidup rumah tangga Siti Hajar bersama Nabi Ibrahim A.S, tentunya sudah tidak asing lagi ya, kita pasti sudah sering mendengar kisah Siti Hajar, pada saat dibangku sekolah atau pun pada saat mendengar ceramah di masjid. disini akan dibahas bagaimana Meneladani Siti Hajar, Sudahkah kita ikhlas dan menaklukkan ego kita?



Meneladani Siti Hajar : Sudahkah kita ikhlas dan menaklukkan ego kita?



Tetapi untuk mengingat kembali disini saya akan bercerita kembali seperti apa kehidupan Siti Hajar bersama Nabi Ibrahim A.S. Siti Hajar ialah istri kedua Nabi Ibrahim A.S, dan istri pertama nya adalah Sarah A.S. Siti Hajar ialah budak dari Sarah. Sarah memberikannya untuk dinikahi suaminya yaitu nabi Ibrahim A.S, karena Sarah A.S tidak dapat memiliki anak lagi disebabkan sudah terlalu tua. Setelah Siti Hajar dan Nabi Ibrahim A.S menikah, Allah S.W.T menganugrahkan meraka dengan seorang anak dari Rahim Siti Hajar yang diberi nama Ismail A.S dan di kemudian hari ismail dijadikan Allah sebagai seorang Nabi.


Kehidupan Siti Hajar A.S bersama Nabi Ibrahim A.S


Nabi Ismail ialah anak satu-satunya Nabi Ibrahim yang terlahir ketika usia Nabi Ibrahim sudah 80 tahun. Setelah sekian lama Nabi Ibrahim merindukan seorang anak, Allah anugrahkan Ismail kepadanya.

Di suatu ketika Nabi Ibrahim A.S diperintahkan kepada Allah bahwa dia harus membawa Siti Hajar (Istrinya) dan Ismail A.S (anaknya) yang baru saja lahir ke suatu gurun pasir, yang saat ini kita ketahui sebagai kota Mekkah. dan pada saat itu tiada satu pun orang yang berada disana, hanya ada gurun dan itu sangat tandus dan kering, lalu Nabi Ibrahim diperintahkan untuk meninggal kan Siti Hajar beserta Ismail berdua disana.

Pada saat itu Siti Hajar tidak tau menau tentang hal ini yang ia tahu ialah mereka akan melakukan perjalanan dan akan kembali pulang kerumah. Sesaat meraka tiba ditengah gurun,mereka duduk-duduk. Lalu Nabi Ibrahim bangkit dan mulai melakukan perjalanan kembali ke palestina, dan ia tidak mengucapkan apa-apa kepada istrinya.

Saat Siti Hajar mengetahui, Hajar mengejarnya , “ Ya Ibrahim, kepada siapa engkau meninggalkan kami? Tidak ada seorang pun disini!!” namun tetapi Nabi Ibrahim tidak menjawab pertanyaan Hajar, karena apabila ia menjawab , maka akan terjadi percakapan dan dia takut apabila hatinya menjadi luluh. Yang ada difikirannya adalah dia harus melaksanakan perintah Allah S.W.T karena ia tahu Allah sudah punya rencana indah.
Jadi, Nabi Ibrahim tetap berjalan tanpa menoleh sedikitpun kepada Siti Hajar, dan Siti Hajar tetap mengikutinya, “ Ya Ibrahim, kepada siapa engkau meninggalkan kami?” dia tidak menjawab dan terus saja berjalan. Dan akhirnya Siti Hajar berhenti sejenak dan berfikir, karena ke solehan dan pengetahuan yang diberikan oleh Allah S.W.T, Siti Hajar bertanya satu pertanyaan yang sederhana, “ Ya Ibrahim, Apakah Allah yang telah memerintahkan mu untuk melakukan ini? Dan Ibrahim masih tanpa menoleh ke istrinya dan menjawab “YA” sambil terus berjalan. Lalu Siti Hajar berhenti dan mengamati suaminya semakin menjaub, dia menjadi lebih tenang dan berkata”Dengan begitu Allah tidak akan membiarkan kita.. Allah tidak akan membiarkan kita”

Ketika persediaan makanan serta air sudah habis, Ismail mulai merengek-rengek menahan lapar dan dahaga. Karena sangat khwatir dengan anaknya, Siti Hajar mulai berlari diantara Safa dan Marwa. Lalu Allah memberikan mereka sebuah mata air yang disebut air Zam zam. Tidak lama kemudian sekelompok orang datang dan tinggal disana. Seiring berjalannya waktu, tumbuhlah sebuah desa disana. Ismail A.S dan Siti Hajar hidup diantara orang-orang tersebut. Lambat laun orang-orang semakai ramai berdatangan ke sana hingga akhirnya tumbuhlah sebuah kota. Yaitu kota Mekkah yang sekarang ini menjadi tempat untuk menunaikan Sunnah yaitu ibadah haji.
Allah Berfirman : “Sesungguhnya Shafaa dan Marwa adalah sebahagian dari syi’ar Allah. Maka barangsiapa yang beribadah haji ke Baitullah atau ber’umrah, maka tidak ada dosa baginya mengerjakan sa’i antara keduanya. Dan barangsiapa yang mengerjakan suatu kebajikan dengan kerelaan hati, maka sesungguhnya Allah Maha Mensyukuri kebaikan lagi Maha Mengetahui. (Al Baqarah : 158)

Dapat kita tarik kesimpulan bahwa Seorang ibu pasti akan senantiasa mendahului kepentingan anak-anaknya daripada kepentingan dirinya sendiri. Rasa cinta dan kasih sayang seorang ibu akan mendorong seorang wanita untuk tidak mementingkan dirinya sendiri, tidak egois, dan senantiasa selalu bersedia mengorbankan segala sesuatunya demi kebahagiaan buah hatinya tanpa terkecuali.


Meneladani Siti Hajar A.S, Sudahkah kita ikhlas dan menaklukkan ego kita?


Dalam kisah ini Siti Hajar berjuang keras mencari air agar ia bisa meminumnya sehingga air susunya (ASI-nya) terisi kembali dan Ismail tidak menahan haus lagi. Lalu bagaimanakah dengan ibu-ibu saat ini? Seperti yang kita ketahui masih banyak  ibu yang enggan menyusui anaknya dengan ASI. Memilih susu formula yang mudah dan instan. Padahal  ASI  merupakan gizi terbaik untuk bayi. Terutama untuk kekebalan tubuh bayi, sehingga terhindar dari berbagai penyakit. Sayangnya, tak semua ibu mau menyusui bayinya. Alasan para wanita memilih berhenti memberikan ASI berkaitan dengan banyak hal. Seperti, rasa sakit saat menyusui, volume susu rendah, kembali bekerja, khawatir bentuk payudara rusak, dan alasan lainnya.

Harusnya kita malu pada Siti Hajar. Di saat kita hidup dengan berbagai kemudahan, kita masih saja mengeluh. Dengan berbagai fasilitas hidup kita sudah sangat lengkap Allah berikan, namun tetap saja tak muncul rasa syukur pada bibir dan sikap kita. Masih kurang inilah, masih kurang itulah. Belum punya inilah, belum punya itulah. Nafsu keserakahan telah menguasai hati dan pikiran kita. Na’udzubillah mindzaalik..


Bercermin pada Siti Hajar A.S


Bercermin pada kisah Siti Hajar yang ikhlas dalam menghadapi cobaan dari Allah dan selalu menahan ego nya meskipun itu sangat menyakitkan dan menyulitkan dirinya. Inilah gambaran seorang wanita muslim yang selalu taat kepada Allah. Ia percaya bahwa Allah tidak akan menguji hambanya di luar batas kemampuannya. Maka dari itu ia selalu taat dengan apa yang diperintahkan-Nya. Keyakinan bahwa, jika ia berhasil melewati ujian itu dengan baik, maka Allah akan memberikan balasan yang sepadan dengan apa yang telah ia jalankan bahkan mungkin lebih dari itu.

Semoga kita semua senantiasa selalu diberikan hati yang lapang serta ikhlas terhadap kententuan Allah S.W.T dan selalu berbaik sangka kepada-Nya, yakinlah apapun yang terjadi Allah telah menyiapkan hal lebih indah tanpa kita duga sebelumnya, InsyaAllah.
loading...
Share on Facebook
Share on Twitter
Share on Google+

Related : Meneladani Siti Hajar : Sudahkah kita ikhlas dan menaklukkan ego kita?

0 komentar:

Posting Komentar